
Tahun 2020 menjadi tahun yang tak terlupakan bagi banyak orang, termasuk saya. Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia mengubah banyak hal, baik secara sosial, ekonomi, maupun pribadi. Bagi saya pribadi, pandemi menjadi titik balik kehidupan. Di tengah situasi yang tidak menentu, saya justru dipertemukan dengan seseorang yang kini menjadi partner kerja saya: Lyza Anggraheni, sosok luar biasa di balik Maryamku Frozen Snacks.
Pada bulan September 2020, saya terkena dampak dari gelombang pengurangan karyawan di tempat kerja saya sebelumnya. Seperti banyak orang lain, saya merasa bingung, khawatir, dan tidak tahu harus bagaimana. Namun, saya sadar bahwa saya tidak bisa diam terlalu lama. Saya membuka akun Instagram dan mulai mencari lowongan pekerjaan melalui akun lowongan kerja lokal, salah satunya @jogjalowker.
Satu per satu saya lihat, saya baca, dan saya catat. Sampai akhirnya, saya menemukan sebuah lowongan sebagai admin online di sebuah usaha bernama Maryamku Frozen Snacks. Saat itu, saya tidak tahu apa-apa tentang Maryamku. Saya hanyalah seorang lulusan SMK jurusan Administrasi Perkantoran dengan pengalaman kerja terbatas, namun saya tetap memberanikan diri untuk melamar.
Setelah melalui beberapa tahapan wawancara secara online — karena memang saat itu kita semua masih harus menjaga jarak — saya dinyatakan diterima. Rasanya campur aduk: senang, gugup, dan tentu saja ragu. Hari pertama kerja adalah hari yang sangat saya ingat. Lokasi usaha Maryamku ternyata masih di rumah, tanpa plang, tanpa penanda bahwa itu adalah tempat usaha makanan. Saya bahkan sempat berpikir, “Apakah ini benar-benar usaha makanan?”
Saya tiba di depan rumah tersebut, menunggu cukup lama, hingga akhirnya seorang dari dalam rumah menunjukkan saya ke sebuah ruangan kecil di samping rumah utama. Ruangan itu sebenarnya adalah sebuah garasi yang diubah menjadi ruang kerja sekaligus tempat produksi Maryamku. Saat itu ruangan masih sangat sederhana, namun dari situ saya mulai merasakan bahwa tempat ini punya semangat besar.
Di hari yang sama, saya dipertemukan dengan sosok Lyza Anggraheni, atau yang akrab saya panggil Mba Lyza. Awalnya saya yang tergolong pendiam dan cenderung kaku dalam bersosialisasi, agak segan untuk langsung bertanya banyak. Namun saya merasa perlu tahu: siapa dia, dan apa sebenarnya Maryamku itu?
Kami pun mengobrol, dan dari percakapan itulah saya mulai mengenal lebih jauh tentang latar belakang Mba Lyza dan sejarah berdirinya Maryamku. Mba Lyza bercerita bahwa suaminya memiliki darah Timur Tengah. Dalam budaya keluarga suaminya, menyimpan makanan beku di rumah adalah hal yang sangat biasa — sebagai upaya memudahkan urusan dapur sehari-hari, terutama saat sarapan atau menyiapkan makanan berat.
Salah satu makanan yang paling sering dibuat dan distok adalah Roti Maryam, roti khas Timur Tengah yang lentur, gurih, dan sangat fleksibel penggunaannya. Awalnya, Roti Maryam ini hanya dibuat untuk konsumsi keluarga. Mba Lyza sendiri belajar membuat roti ini dari Mba Siti, asisten rumah tangga keluarga suaminya yang pandai memasak berbagai jenis makanan Timur Tengah.
Namun, proses membuat Roti Maryam tidak mudah. Dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk melalui riset dan pengembangan (R&D), agar roti yang dibuat benar-benar sesuai dengan standar rasa dan kualitas yang diinginkan. Karena terbiasa membuat dalam jumlah banyak, Roti Maryam buatan Mba Lyza seringkali dibagikan ke teman-temannya. Ternyata, teman-temannya menyukai rasanya dan mulai tertarik untuk membeli. Dari sinilah ide awal Maryamku terbentuk — sebuah usaha makanan beku rumahan yang mengangkat cita rasa khas Timur Tengah.
Meski Maryamku sudah ada sejak tahun 2015, usaha ini tidak langsung dijalankan secara penuh waktu. Awalnya hanya dianggap sebagai bisnis sampingan karena Mba Lyza juga memiliki usaha lain. Namun seiring berjalannya waktu, Maryamku mulai menemukan ritmenya sendiri. Banyak pelanggan yang datang karena penasaran dengan Roti Maryam, dan banyak yang kembali karena rasa dan kualitas yang konsisten.
Kemudian, pada tahun 2017, Maryamku mulai melakukan ekspansi produk. Muncullah menu baru yaitu Kebab. Membuat kebab yang enak itu tidak mudah. Banyak kebab yang dijual di pasaran memiliki daging yang sangat tipis atau saus yang terlalu asam. Maryamku mencoba untuk berbeda — menghadirkan kebab dengan daging yang tebal dan mayones yang seimbang, tidak terlalu masam. Kebab ini juga diluncurkan melalui sistem Open Pre Order, sama seperti produk sebelumnya.
Di tahun yang sama, kami juga meluncurkan produk Piscok Meler — pisang cokelat lumer yang menjadi salah satu produk andalan hingga kini. Menciptakan Piscok Meler yang pas juga tidak gampang. Kami harus mencari jenis cokelat yang tidak menyebabkan rasa gatal di tenggorokan, dan menggunakan pisang premium (Pisang Raja) agar tidak sepat dan tetap manis alami.
Tahun demi tahun, kami terus menambah variasi produk seperti Tahu Bakso dan Donat Kentang. Masing-masing produk melalui tahap percobaan yang tidak sebentar, dan setiap keputusan produk selalu melibatkan cita rasa yang tulus — karena semua dibuat dari dapur sendiri.
Tahun 2019 menjadi titik refleksi baru bagi Mba Lyza dan Maryamku. Di tahun itu, warga sekitar TPA Piyungan — tempat pembuangan akhir sampah kota Yogyakarta — memutuskan untuk menutup akses secara mandiri karena volume sampah yang sangat besar dan tidak tertangani. Ini menjadi sorotan besar bagi masyarakat Jogja, termasuk bagi Mba Lyza.
Sebagai seseorang yang menjalankan bisnis makanan, Mba Lyza mulai mempertanyakan kontribusi bisnisnya terhadap masalah lingkungan, terutama terkait penggunaan plastik dalam kemasan produk. Ia bahkan sempat mengunjungi TPA Piyungan secara langsung. Dari kunjungan itu, beliau menyadari betapa besar kerusakan lingkungan akibat sampah plastik yang sulit terurai, dan betapa tidak adilnya kondisi tersebut bagi warga sekitar yang hidup berdampingan dengan tumpukan sampah.
Keresahan itu membuat Mba Lyza mengambil keputusan besar: untuk sementara menghentikan penjualan produk Maryamku. Sebuah keputusan yang tidak mudah, apalagi ketika usaha sedang bertumbuh. Namun keputusan itu diambil karena ada tanggung jawab moral yang lebih besar: menjaga bumi yang menjadi rumah kita bersama.
Di masa istirahat itu, Mba Lyza mulai mempelajari prinsip zero waste. Ia belajar mengelola sampah rumah tangga, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan mulai memahami tentang pentingnya kompos. Saat pandemi datang di tahun 2020, tren penjualan makanan secara online meningkat pesat. Banyak UMKM kuliner beralih menggunakan kemasan besek dari bambu — lebih alami, mudah terurai, dan bisa menjadi pupuk kompos.
Dari sana muncul ide: mengapa Maryamku tidak ikut berjualan kembali dengan pendekatan ramah lingkungan?
Akhirnya, Maryamku bangkit kembali dengan semangat yang baru — bukan hanya sebagai bisnis makanan beku, tetapi sebagai usaha yang sadar lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial. Kemasan produk mulai beralih ke bahan alami yang bisa dikomposkan. Kami juga sadar bahwa kemasan yang cantik dan ramah lingkungan bisa menjadi nilai tambah, terutama bagi pelanggan yang ingin mengirim makanan sebagai hantaran atau oleh-oleh.
Keputusan ini mendapat respons positif dari banyak pelanggan. Mereka tidak hanya menyukai rasa produknya, tetapi juga merasa senang karena bisa ikut menjaga lingkungan lewat pilihan yang mereka ambil. Dalam setiap besek yang dikirimkan, bukan hanya makanan yang diteruskan, tetapi juga nilai — bahwa kita semua punya peran dalam menjaga bumi ini.
Saya bergabung di akhir tahun 2020, tepat saat Maryamku meluncurkan program hampers akhir tahun dan Hari Ibu. Saya mulai memahami bahwa Maryamku bukan sekadar bisnis makanan beku. Setiap produknya dikemas sebagai bentuk perhatian dan cinta, cocok dijadikan hantaran kepada orang-orang tersayang.
Tahun 2021, penjualan Ramadan melonjak drastis. Paket Hampers dan menu frozen jadi favorit banyak keluarga. Kami juga menemukan produsen tahu bakso yang cocok untuk diajak kerja sama. Namun sayangnya, setelah Lebaran, kami harus kembali berhenti berjualan karena tim produksi mengundurkan diri. Di saat yang sama, Mba Lyza mulai fokus ke bisnis film yang ia jalankan bersama suaminya. Saya pun diajak bergabung di perusahaannya sebagai admin operasional.
Maryamku mengumumkan penutupan sementara dengan penjualan terakhir melalui sistem open PO. Reaksi dari pelanggan luar biasa: banyak yang sedih karena harus kehilangan produk favorit mereka. Setelah itu, kami fokus di industri film. Namun siapa sangka, pada tahun 2022 saya ditawari oleh Mba Lyza untuk menjadi partner resmi di Maryamku. Tanpa ragu saya terima. Salah satu impian saya memang ingin memiliki usaha sendiri, dan saya merasa ini adalah kesempatan terbaik. Tahun itu juga saya mulai kuliah, mengambil jurusan Manajemen untuk mendukung perjalanan bisnis saya. Tahun 2023, kami memutuskan untuk menghidupkan kembali Maryamku. Kami mulai dari nol: sistem PO, promosi terbatas hanya untuk pelanggan lama, dan berjualan dengan produk andalan—Kebab. Tanpa disangka, omset Ramadan 2023 mencapai Rp20.000.000. Angka yang sangat besar untuk usaha yang baru bangkit setelah vakum. Namun kami juga menghadapi tantangan. Tim produksi kami terbatas. Kami sempat merekrut karyawan baru, namun belum berhasil mempertahankannya dalam waktu lama. Total ada empat kali pergantian tim produksi dalam dua tahun. Dari situ kami sadar bahwa manajemen SDM juga menjadi aspek penting yang harus kami benahi. Tahun 2024 menjadi tahun kami memperlambat langkah untuk belajar lebih dalam. Saya aktif mencari pelatihan dan informasi tentang pengembangan UMKM. Saya bahkan menemukan informasi tentang program Dinas Koperasi DIY lewat koran yang saya baca saat mengantar pesanan. Saya mengikuti pelatihan pembuatan website, pengurusan BPOM, hingga manajemen bisnis. Di waktu yang sama, saya juga aktif di industri film dan mendapat kesempatan mengikuti workshop Production Finance yang diadakan JAFF dan Netflix. Maryamku memang tidak terlalu aktif saat itu, tapi kami terus menyiapkan pondasi baru yang lebih kuat. Awal tahun 2025, kami kembali menyusun ulang strategi Maryamku. Kami rekrut admin outlet baru, aktif beriklan, membuat konten yang lebih proper, dan menghidupkan kembali program Ramadan dan hampers lebaran. Usaha kami terbayar. Omset tertinggi tercapai di bulan Ramadan 2025: Rp29.000.000. Namun bersamaan dengan itu, Mba Lyza harus berangkat ke Korea Selatan untuk menjalani sekolah film selama 7 bulan. Saya pun harus meng-handle Maryamku sendirian.
Tantangan kembali datang. Salah satu pegawai produksi hamil dan mengalami morning sickness parah hingga harus keluar. Pegawai satu-satunya lainnya juga mengundurkan diri karena alasan keluarga. Akhirnya, kami kembali produksi dibantu oleh ART keluarga dan mengurangi perekrutan untuk sementara.
Namun semua itu menjadi pelajaran berharga. Saya semakin mengerti pentingnya memahami ritme bisnis dan mengelola tim dengan hati-hati. Saya bersyukur karena berkesempatan mengikuti Inkubasi Bisnis dari Dinas Koperasi DIY. Dari ratusan peserta, saya lolos sebagai salah satu dari 75 peserta terbaik. Saya belajar banyak—mulai dari manajemen keuangan, penyusunan margin harga, hingga strategi pengembangan usaha yang berkelanjutan.
Dari proses itu, saya menyadari bahwa selama ini margin keuntungan kami terlalu kecil, yang membuat kami terus mengalami kerugian meski omzetnya tinggi. Kami memperbaiki sistem, mengevaluasi harga jual, dan menyusun program bulanan yang lebih terukur. Hasilnya, omset kami terus meningkat di bulan-bulan berikutnya. Hari ini, saya masih berdiri di sini bersama Maryamku. Masih belajar, masih berproses. Dari hanya sebagai admin online kini menjadi partner bisnis yang ikut membangun visi dan strategi ke depan. Perjalanan ini bukan tanpa air mata dan perjuangan. Tapi justru dari setiap tantangan itulah kami tumbuh.
Maryamku bukan hanya tentang makanan beku. Ini tentang cerita, nilai, dan semangat untuk terus berkembang—tanpa melupakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Saya percaya, dengan kerja keras, keberanian mencoba, dan kemauan belajar, Maryamku bisa melangkah lebih jauh lagi.